LAMPUNG TIMUR, Lampung86mews.com – Asyiah (70) seorang nenek tuna netra warga Dusun I Bedeng 48, Desa Balekencono, Kecamatan Batang Hari Lampung Timur tampak sedang meratapi nasib di tengah deras ya bantuan dari pemerintah.
Selain renta dan tidak lagi bisa melihat, nenek Asyiah juga seorang janda renta. Saat di temui tim, sang nenek tak mampu berbicara banyak. Namun, ada satu makna yang mampu diucap, “Aku tak pernah dapat perhatian dari pemerintah apalagi nama ya bantuan dari pemerintah” ucap sang nenek sambil menangis.
Makna tersebut di perkuat oleh tetangga sang nenek yang saat itu turut memberi keterangan ke awak media. “Namanya Mbah Asyiah, dia memang belum pernah menerima bantuan apa pun dari pemerintah,,” ujar tetangga nenek Asyiah.
Menurut pria paroh baya yang tak ingin namanya di sebut itu, di desanya memang ada bantuan, tapi hanya sedikit warga yang terima. Dia mengaku tidak tau bantuan itu berasal dari mana. “Tapi kalau Mbah Asyiah saya tau dia belum pernah terima bantuan sama sekali selama ini,” ucapnya.
Berangkat dari hal tersebut, Tim lalu mencoba mencari informasi terkait jumlah bantuan yang langsung di kelola oleh pemerintahan desa setempat, salah satunya adalah Bantuan Langsung Tunai (BLT) Dana Desa (DD) tahun anggaran 2020 di masa Covid-19.
Dari informasi yang berhasil dirangkum, Desa Balekencono pada tahun 2020 ini telah menganggarkan BLT DD sebesar 30 persen, atau sebesar Rp 274.000.900 dari total bantuan DD tahun 2020 sebagai pagu Dana Desa Rp. 913.603.000.
Anggaran BLT DD Rp 274.000.900 tersebut, seharusnya di salurkan kepada masyarakat terdampak covid-19 Rp 600 ribu per bulan per Keluarga Penerima Manfaat (KPM) selama 3 bulan berturut turut yakni mulai bulan April, Mei dan Juni tahun 2020.
Namun, aturan penganggaran tersebut nampaknya tidak di jalankan sesuai intruksi dan juknis. Pemerintahan Desa Balekencono diduga tidak membagikan seluruhnya. Tapi hanya menganggar kan Rp 154.800.000 untuk 86 KPM saja. Pada hal, Dana BLT yang seharusnya dibagikan Rp 274.000.900 untuk 150 KPM.
Dimintai tanggapannya, M. Husin selaku Investigasi LP-KPK Tipikor menegaskan, pada Undang-undang Dasar 1945 Pasal 34 disebutkan bahwa Fakir miskin dan anak-anak yatim, orang jompo yang terlantar dipelihara/di lindungi oleh negara. “Jika mengacu pada UUD 45 tersebut, mustahil seorang janda, penyandang tuna netra dan hanya merambat bila berjalan seperti nenek Asyiah tak mendapatkan bantuan,” ujarnya.
Menurut dia, kreteria apa lagi yang harus disandang Mbah Asyiah, agar mendapatkan bantuan sosial dari pemerintah. Selain janda jompo, penyandang Tuna Netra dan tentunya tidak lagi mampu bekerja. “Haruskah sang nenek terpapar Covid -19 dulu, baru ada perhatian dan bantuan dari pemerintah”, tanya dia.
Mbah Asyiah ini, lanjut Husin, adalah janda jompo penyandang Tuna Netra yang tinggal sendiri didalam gubuk seluas 4×6 meter. Gubuk itu terbuat dari gribik dan berlantai tanah. Ia menghabis kan masa tuanya berdiam diri diatas tempat tidur terbuat dari kayu seadanya.
Hanya berbekal tongkat yang terselip di balik pintu sebagai penyangga sang nenek saat hendak ke sumur dan kamar mandi diluar gubuk, nenek Aisyah ini kesehariannya mendapat makan dan perhatian dari anak kandungnya yang tinggal tidak jauh dari gubuk sang nenek.
“Selain Nenek Asyiah, masih banyak janda janda jompo yang hidup sendiri dan menumpang tinggal bersama anak atau cucu dengan keadaan memprihatinkan”, pungkas Husin.
Pewarta : Rahman
Editor : Roy Naldi
Discussion about this post